Rabu, 22 April 2015

MERGER DAN AKUISISI LINTAS BATAS NEGARA

Dampak era globalisasi saat ini akan membawa dampak positif dan negatif bagi perusahaan. Diantaranya adalah membuat perusahaan semakin terpacu untuk mengembangkan dan memperluas  bisnisnya serta menambah persaingan di antara perusahaan - perusahaan lain. Hanya perusahaan yang memiliki kemampuan dan strategi yang baik yang mampu bertahan dalam persaingan tersebut. Khususnya, dengan adanya pasar bebas yang menjadikan persaingan tidak hanya terjadi di tingkat nasional melainkan di tingkat internasional. Dengan adanya persaingan tersebut, setiap perusahaan dituntut harus mampu bertahan dan menghadapi persaingan. Sehinnga perusahaan harus memiliki srategi-strategi yang tepat untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Satu di antara strategi yang dilakukakan oleh beberapa perusahaan adalah dengan cara penggabungan usaha.


MERGER
Merger adalah penggabungan dua perusahaan menjadi satu. Dimana perusahaan yang me-merger mengambil atau membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru (Brealey, Myers, & Marcus, 1999, p.598).
Definisi merger yang lain yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan atau berhenti beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).
Kelebihan dari melakukan merger diantaranya yaitu pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain. Selain memiliki kelebihan, merger juga memiliki kekurangan. Kekurangan dari melakukan merger diantaranya yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan, sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama.
Merger lintas negara adalah transaksi dimana dua perusahaan dengan tempat-tempat operasi di beberapa negara yang berbeda menyetujui penyatuan kedua perusahaan tersebut dimana kedua perusahaan mempunyain kedudukan yang sederajat.[4] Mendorong keputusan untuk menyatukan operasi atas dasar kedudukan yang sederajat adalah suatu kenyataan bahwa kedua perusahaan mempunyai kemampuan yang jika digabungkan diharapkan bisa menciptakan keunggulan-keunggulan kompetitif yang akan membantu keberhasilan di pasar global.
 
AKUISISI
Akuisisi berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggris acquisition yang berarti pengambilalihan. Sehingga akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut, perusahaan yang dibeli tetap ada. (Brealey, Myers, & Marcus, 1999,p.598). Akuisis bisa juga pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk yang akan diserap oleh pasar.
Kelebihan dari melakukan akuisisi diantaranya yaitu dalam akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm. Selain memiliki kelebihan, akuisisi juga memiliki kekurangan. Kekurangan dari melakukan akuisisi diantaranya yaitu jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi.

Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun akuisisi, yaitu :
a.       Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan.
b.      Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c.       Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d.      Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli.
e.       Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f.       Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g.      Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003, p.714-716).

MERGER DAN AKUISISI LINTAS BATAS NEGARA
Lintas batas mencakup kegiatan yang berlangsung antara dua negara yang berbeda. Seiring dengan berlanjutnya trend global atas konsolidasi industry, berita mengenai merger dan akuisisi internasional praktis merupakan kenyataan sehari-hari. Semakin banyak perusahaan ingin go global karena mereka menawarkan peluang besar yang merupakan pilihan yang relatif lebih murah bagi perusahaan untuk membangun dirinya sendiri secara internal. Oleh karena itu dapat diisyaratkan bahwa perbatasan merger dan akuisisi lintas batas pada dasarnya adalah transaksi yang dilakukan tersebut terjadi dimana perusahaan target dan perusahaan pengakuisisi adalah dari negara asal yang berbeda. Kesepakatan ini seperti di mana aset dan proses dari perusahaan di negara-negara yang berbeda digabungkan untuk membentuk sebuah badan baru yang sah.
Merger dan akuisisi lintas batas terdiri dari dua jenis Inward dan Outward. Inward lintas batas melibatkan pergerakan modal ke dalam karena penjualan sebuah perusahaan domestik untuk investor asing. Sebaliknya Outward lintas batas melibatkan pergerakan modal ke luar karena pembelian sebuah perusahaan asing. Merger dan akuisisi lintas batas dapat dilakukan oleh badan usaha di dalam negeri (mengambil alih badan usaha di luar negeri) atau badan usaha di luar negeri (mengambil alih badan usaha di dalam negeri).
Merger dan akuisisi lintas batas negara sebenarnya tidak berbeda dengan pengambilalihan secara domestik. Perbedaannya hanya kepada sifat lintas negara, yaitu pengambilalihan suatu badan usaha di suatu negara yang dilakukan oleh suatu badan usaha di negara lainnya. Beberapa faktor yang umumnya mendorong perusahaan untuk melakukan cross border adalah:
  • Globalisasi pasar keuangan
  • Tekanan pasar dan penurunan permintaan akibat kompetisi internasional
  • Mencari peluang pasar baru sejak teknologi ini berkembang cepat
  • Diversifikasi geografis yang akan menghasilkan menjelajahi aset di negara-negara lain
  • Meningkatkan efisiensi perusahaan dalam memproduksi barang dan jasa.
  • Pemenuhan tujuan untuk tumbuh secara menguntungkan
  • Meningkatkan skala produksi
  • Berbagi teknologi dan inovasi yang mengurangi biaya

 

Pengaruh Lintas Batas Merger dan Akuisisi

Merger dan akuisisi lintas batas adalah restrukturisasi aset industri dan struktur produksi secara di seluruh dunia. Hal ini memungkinkan transfer global teknologi, modal, barang dan jasa dan terintegrasi untuk jaringan universal. Pengaruh dari lintas batas merger dan akuisisi diantaranya:
      a.       Penumpukan modal
Merger lintas batas dan akuisisi berkontribusi dalam akumulasi modal secara jangka panjang. Dalam rangka memperluas bisnis mereka tidak hanya melakukan investasi pada tanaman, bangunan dan peralatan, tetapi juga dalam aset tidak berwujud seperti pengetahuan teknis, keterampilan bukan hanya bagian fisik dari modal.
  1. Penciptaan lapangan kerja
Kadang-kadang terlihat bahwa Merger dan Akuisisi yang dilakukan untuk mendorong restrukturisasi dapat menyebabkan perampingan tetapi akan menyebabkan keuntungan kerja dalam jangka panjang. Perampingan ini kadang-kadang penting untuk kelangsungan operasi. Ketika dalam jangka panjang bisnis memperluas dan menjadi sukses itu akan menciptakan lapangan kerja baru.
  1. Teknologi penyerahan
Ketika perusahaan di seluruh negara datang bersama-sama itu menopang efek positif dari transfer teknologi, berbagi keterampilan manajemen terbaik dan praktek dan investasi dalam aset tidak berwujud dari negara tuan rumah. Hal ini pada gilirannya menyebabkan inovasi dan memiliki pengaruh pada operasi perusahaan.

 

Tantangan Merger dan Akuisisi Lintas Batas Negara

Merger dan akuisisi lintas batas ini pun memiliki tantangan ang harus dihadapi dalam pelaksanaanya. Tantangan-tangangan tersebut diantaranya:
  1. Kekhawatiran politik
Skenario politik bisa memainkan peran kunci dalam lintas batas merger dan akuisisi, terutama untuk industri yang sensitif secara politis seperti pertahanan, keamanan dll.
  1. Tantangan budaya
Hal ini bisa menimbulkan ancaman besar bagi keberhasilan lintas batas merger dan akuisisi. Berbagai faktor seperti perbedaan latar belakang budaya, kebutuhan bahasa dan praktek bisnis yang berbeda telah menyebabkan merger gagal meskipun berada dalam usia di mana kita bisa langsung berkomunikasi..
Untuk menghadapi tantangan tersebut perusahaan perlu berinvestasi baik jumlah waktu dan usaha untuk menyadari budaya lokal dengan karyawan dan pihak terkait lainnya.
  1. Pertimbangan hukum
Perusahaan yang ingin bergabung tidak bisa mengabaikan tantangan untuk memenuhi berbagai masalah hukum dan peraturan-peraturan. Berbagai undang-undang yang berkaitan dengan keamanan, hukum perusahaan dan persaingan terikat menyimpang dari satu sama lain. Oleh karena itu sebelum mempertimbangkan kesepakatan, penting untuk meninjau peraturan ketenagakerjaan, undang-undang dan persyaratan kontrak lainnya yang harus ditangani.
  1. Pertimbangan pajak dan akuntansi
Masalah pajak sangat penting terutama ketika datang ke penataan transaksi. Proporsi utang dan ekuitas dalam transaksi yang terlibat akan mempengaruhi pengeluaran pajak, maka pemahaman yang jelas tentang hal yang sama menjadi signifikan. Faktor lain untuk memutuskan apakah struktur aset atau pembelian saham adalah masalah pajak pengalihan. Hal ini sangat penting untuk mengurangi risiko pajak.
  1. Due diligence
Due diligence merupakan bagian yang sangat penting dari proses merger dan akuisisi. Selain hukum, isu-isu politik dan regulasi, ada juga infrastruktur, mata uang dan risiko lokal lainnya yang membutuhkan penilaian menyeluruh. Due diligence dapat mempengaruhi syarat dan kondisi di mana transaksi merger dan akuisisi akan berlangsung, mempengaruhi struktur kesepakatan, mempengaruhi harga kesepakatan. Ini membantu dalam mengungkap daerah bahaya dan memberikan tampilan rinci dari transaksi yang diusulkan.

Semakin banyak perusahaan ingin go global karena mereka menawarkan peluang besar yang merupakan pilihan relatif lebih murah bagi perusahaan untuk membangun dirinya sendiri secara internal. Melihat adanya merger dan akuisisi di seluruh dunia menunjukkan bahwa penekanan bisnis akuisisi berubah dari dalam negeri untuk menyeberangi perbatasan transaksi karena berbagai manfaat yang ditawarkan.
Merger dan akuisisi lintas batas negara dapat memberikan manfaat yang besar bagi perusahaan dan juga meningkatkan harga saham. Akan tetapi banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk menghindari gangguan yang mungkin terjadi. Kebanyakan faktor penting yang menjadikan transaksi merger dan akuisisi sukses dari yang lain adalah dengan adanya persiapan yang matang dan terencana serta komitmen waktu dan sumber daya lainnya. Hal ini perlu diperhatikan agar merger dan akuisisi lintas batas negara dapat menggambarkan secra jelas pola pikir bisnis yang dilakukan untuk dapat tubuh dan dapat mengakses pasar global.

Sumber :
Choi, Frederick D.S., dan Meek, Gary K., 2010, International Accounting Buku-1, Penerbit Salemba Empat.


 

Jumat, 23 Januari 2015

TUGAS 5 BAGAIMANA MENGHADAPI MEA : JOB CEATOR ATAU JOB SEEKER?

NAMA : LINDA PRABANDARI
NPM : 24211108
KELAS : 4EB02
MATA KULIAH : Etika Bisnis Akuntansi
Dosen : Misdiyono 


TUGAS 5
BAGAIMANA MENGHADAPI MEA : JOB CEATOR ATAU JOB SEEKER?
Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 membawa peluang sekaligus tantangan bagi ekonomi Indonesia.
Dengan diberlakukannya MEA pada akhir 2015, negara anggota ASEAN akan mengalami aliran bebas barang, jasa, investasi, dan tenaga kerja terdidik dari dan ke masing-masing negara.
Melalui MEA akan terjadi integrasi yang berupa “free trade area” (Area perdagangan bebas), penghilangan tariff perdagangan antar negara ASEAN, serta pasar tenaga kerja dan pasar modal yang bebas, yang akans angat berpengaruh pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi tiap negara.
Implementasi MEA bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia tentu tergantung pada cara menyikapi dera pasar bebas tersebut.
Ada dua pilihan dalam menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean), yaitu menjadi Job Creator atau Job Seeker.
Jika memilih untuk menjadi Job Seeker, kita akan menjadi pekerja atau karyawan dalam suatu perusahaan. Dan harus memiliki kemampuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan atau bursa kerja.
Jika memilih untuk menjadi Job Creator, maka kita akan menjadi seorang pengusaha atau wirausahawan yang menciptakan dan menjual produk berupa barang atau jasa. Dibutuhkan beberapa kualifikasi untuk menjadi seorang pengusaha yang sukses dan handal. Bukan hanya kreatif dan inovatif dalam menciptakans esuatu tetapi juga harus memahami keinginan konsumen dan keadaan di pasar.
Untuk menjadi seorang job seeker harus memili kemampuan, diantaranya:
  • Memiliki gelar pendidikan yang memenuhi, minimal sarjana muda.
  • Memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas
  • Memiliki kemampuan berbahasa inggris dan bahasa asing lainnya.
  • Memiliki banyak ketram[ilan dan kemampuan
  • Memiliki kemampuan dalam mengoperasikan computer dan teknologi informasi.
  • Mampu dan berdaya saing tinggi

Untuk menjadi seorang job creator harus memili kemampuan, diantaranya:
  • Menciptakan produk yang bermanfaat dan berguna
  • Menciptakan produk yang inovatif
  • Memberikan produk yang berkualitas kepada konsumen
  • Memperhatikan kepuasan konsumen
  • Mengaplikasikan teknologi terkini agar efektif dan efisien dalam produksi
  • Mempertahankan kualitas produk
  • Memperhatikan kesejahteraan karyawan.

Sumber:
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Edisi 5. Penerbit Salemba Empat
http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi


TUGAS 4 PERBEDAAN ANTARA JOB CREATOR DAN JOB SEEKER

NAMA : LINDA PRABANDARI
NPM : 24211108
KELAS : 4EB02
MATA KULIAH : Etika Bisnis Akuntansi
Dosen : Misdiyono 

TUGAS 4
PERBEDAAN ANTARA JOB CREATOR DAN JOB SEEKER

Job Creator atau pencipta lapangan pekerjaan disebut juga berwirausaha adalah seseorang yang menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, dan berguna bagi manusia dengan ide dan tindakan kreatif dan inovatif. Wirausahawan cenderung menggunakan energinya untuk melakukan dan membangun energinya untuk melakukan dan membangun suatu kegiatan. Seorang wirausahawan yang tahu bagaimana menemukan suatu, merangkai dan mengendalikan sumber-sumber (yang kadang-kadang dimiliki oleh orang lain) untuk mewujudkan tujuannya.
Menurut Richard Cantillon (1775) kewirausahaan didefinisikan sebagai bekerja sendiri (self employment). Seorang wirausahawan member barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada masa yang akan datang dengan harga yang tidak menentu.
Joseph Schumpeter (1934) mengartikan wirausahawan adalah seorang innovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk:
    1. Memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru.
    2. Memperkenalkan metode produksi baru.
    3. Membuka pasar yang baru (new market)
    4. Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru.
    5. Menjalankan organisasi baru pada suatu industri.
Schumpeter mengaitkan bahwa wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengaitkan sumber daya.
Penrose (1963) mengatakan bahwa kegiatan kewirausahaan mencakup identifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi. Kapasitas atau kemampuan manajerial berbeda dengan kapasitas kewirausahaan.
Harvey Leibstein (1968), kewirausahaan mencakup kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas, atau komponen fungsi produksinya belum diketahui sepenuhnya.
Peter F. Drucker, berpendapat bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Pengertian ini mengandung maksud bahwa seorang wirausahawan adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, berbeda dari yang lain dan yang pernah ada.
Zimmerer dan Scarborough berpendapat kewirausaan sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan (usaha). Hal ini membuat pemerintah Indonesia kebingungan mengatasinya dikarenakan berkaitan dengan timpangnya struktur usaha (industri) yang terlalu memihak pada industri besar. Peran pemerintah ini juga bukan pada pemberian modal, tetapi lebih pada membina kemampuan industri keeecil dan membuat suatu kondisi yang mendorong kemampuan industri kecil dalam mengakses modal.
Membangun semangat kewirausahaan yang tangguh ditengah masyarakat kita yang masih menggantungkan harapan yang tinggi pada pilihan menjadi karyawan sering kali mengalami benturan.
Jika kita menginnginkan sistem perekonomian yang kuat maka mau tidak mau kita harus bberubah, dengan mengambil pilihan sebagai seorang wirausaha. Wirausaha menyumbang begitu banyak pemasukan bagi bangsa kita, disamping mengurangi pengangguran.
Job Seeker atau pencari kerja adalah seseorang yang mencari pekerjaan dan bergantung pada orang lain yang memiliki lapangan pekerjaan untuk mendapatkannya.
Beberapa orang hanya ingin mencari pekerjaan yang layak, tanpa berfikir bahwa ia sebenernya bisa menjadi pencipta lapangan pekerjaan itu sendiri. Padahal akan jauh lebih baik menjadi pencipta lapangan pekerjaan dari pada mencari pekerjaan.
Dengan menciptakan lapangan pekerjaan, maka seseorang dapat membantu orang lain untuk mendapatkan pekerjaan juga. Dengan kata lain, jika menjadi job seeker kita hanya menjadi karyawan, sedangkan dengan menjadi job creator bisa menjadi bos atau pimpinan dari karyawan kita.
Cara yang digunakan atau dilakukan oleh job seeker untuk mendapatkan informasi lowongan kerja, diantaranya:
  • Job seeker konvensional, yaitu dengan mencari secara langsung ke perusahaan-perusahaan dengan mendatangi kantor mereka satu per satu, atau ada beberapa yang mendapatkan informasi dari kenalan yang dimilikinya, mendapatkan informasi dari spanduk, pamphlet, atau selebaran yang dilihatnya di tempat-tempat umum. Selain menggunakan cara konvensional.
  • Job seeker modern, adalah mencari atau mendapatkan informasi peluang kerja dengan cara-cara yang modern. Ada yang mendapatkan informasi pekerjaan dari media social seperti halaman web atau status faceboo, twitter, linked in, dan situs-situs online lainnya. Selain itu ada juga yang bergabung dengan komunitas atau pusat-pusat informasi lowongan pekerjaan via online yang disediakan oleh instansi-instansi tertentu atu yang independen, seperti career center yang dibuat oleh perguruan tinggi, jobstreet, karir.com dan lain-lain.
Beberapa perbedaan antara job creator dan job seeker:
Job Creator:
    1. Membuka dan menciptakan lapangan pekerjaan.
    2. Mandiri dan independen
    3. Lebih kreatif, inovatif, dan dinamis
    4. Tidak terikat waktu
    5. Membantu orang lain
Job Seeker:
  1. Terikat waktu dan tugas
  2. Ketergantungan dan tidak independen
  3. Terkekang
  4. Menjadi karyawan dari pimpinan
Menjadi seorang karyawan, tidak jarang timbul ras tertindas atau tidak diperlakukan dengan adil dan tidak dapat bertindak apapun karena kapasitas kita yang hanya sebagai karyawan dan tidak dapat melawan pimpinan kita.
Sedangkan menjadi pencipta lapangan pekerjaan kita harus memikirkan beberapa hal, yaitu berbagai resiko yang akan dihadapi. Karena tidak semua pencipta lapangan pekerjaan dapat menjalankan usahanya sesuai rencana. Menjadi pencipta lapangan pekerjaan, haru smemperhitungkan dengan matang modal, jenis usaha, pangsa pasar, dan perkiraan kelangsungan usaha dengan melihat trend dan kebutuhan masyarakat pada saat ini.




TUGAS 3 FRAUD DAN CONTOH KASUS FRAUD

NAMA : LINDA PRABANDARI
NPM : 24211108
KELAS : 4EB02
MATA KULIAH : Etika Bisnis Akuntansi
Dosen : Misdiyono 


TUGAS 3
FRAUD DAN CONTOH KASUS FRAUD

PENGERTIAN KECURANGAN (FRAUD)
Kecurangan (FRAUD) perlu dibedakan dengan kesalahan (Errors). Kesalahan dapat dideskripsikan sebagai “Unintentional Mistakes” (kesalahan yang tidak di sengaja). Kesalahan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam pengelolaan transaksi terjadinya transaksi, dokumentasi, pencatatan dari ayat-ayat jurnal, pencatatan debit kredit, pengikhtisaran proses dan hasil laporan keuangan. Kesalahan dapat dalam banyak bentuk matematis. Kritikal, atau dalam aplikasi prinsip-prinsip akuntansi. Terdapat kesalahan jabatan atau kesalahan karena penghilangan / kelalaian, atau kesalahan dalam interprestasi fakta. “ Commission ” merupakan kesalahan prinsip (error of principle), seperti perlakuan pengeluaran pendapatan sebagai pengeluaran modal. Sedangkan “Omission” berarti bahwa suatu item tidak dimasukkan sehingga menyebabkan informasi tidak benar. Apabila suatu kesalahan adalah disengaja, maka kesalahan tersebut merupakan kecurangan (FRAUDulent). Istilah “Irregulary” merupakan kesalahan penyajian keuangan yang disengaja atas informasi keuangan.
G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “FRAUD is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/theact., (2) Penyembunyian atau the concealment dan (3) konversi atau the conversion. Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif.
FRAUD (kecurangan) adalah tindakan ilegal yang dilakukan satu orang atau sekelompok orang secara sengaja atau terencana yang menyebabkan orang atau kelompok mendapat keuntungan, dan merugikan orang atau kelompok lain.FRAUDulent financial reporting (kecurangan laporan keuangan) adalah salah saji atau pengabaian jumlah dan pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan. Kecurangan dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :
a.         Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement FRAUD).
Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
b.        Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).
Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (FRAUDulent disbursement).
c.         Korupsi (Corruption).
Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).

KARAKTERISITK KECURANGAN (FRAUD)
Dilihat dari pelaku FRAUD auditing maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
a.         Oleh pihak perusahaan, yaitu :
Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from FRAUDulent financial reporting, untuk menghidari hal tersebut ada baiknya karyawan mengikuti auditing workshop dan FRAUD workshop). Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan.

b.        Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu
Pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
PENYEBAB TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Penyebab Terjadinya Kecurangan menurut J.S.R. Venables dan KW Impley dalam buku “Internal Audit” (1988, hal 424) mengemukakan kecurangan terjadi karena :
a.         Penyebab Utama.
- Penyembunyian (concealment), Kesempatan tidak terdeteksi. Pelaku perlu menilai kemungkinan dari deteksi dan hukuman sebagai akibatnya.
- Kesempatan/Peluang (Opportunity), Pelaku perlu berada pada tempat yang tpat, waktu yang tepat agar mendapatkan keuntungan atas kelemahan khusus dalam system dan juga menghindari deteksi.
- Motivasi (Motivation), Pelaku membutuhkan motivasi untuk melakukan aktivitas demikian, suatu kebutuhan pribadi seperti ketamakan/kerakusan dan motivator yang lain.
- Daya tarik (Attraction), Sasaran dari kecurangan yang dipertimbangkan perlu menarik bagi pelaku.
- Keberhasilan (Success), Pelaku perlu menilai peluang berhasil, yang dapat diukur baik menghindari penuntutan atau deteksi.
b.        Penyebab Sekunder.
- “A Perk”, Kurang pengendalian, mengambil keuntungan aktiva organisasi dipertimbangkan sebagai suatu tunjangan karyawan.
- Hubungan antar pemberi kerja/pekerja yang jelek, Yaitu saling kepercayaan dan penghargaan telah gagal. Pelaku dapat mengemukakan alasan bahwa kecurangan hanya menjadi kewajibannya.
- Pembalasan dendam (Revenge), Ketidaksukaan yang hebat terhadap organisasi dapat mengakibatkan pelaku berusaha merugikan organisasi tersebut.
- Tantangan (Challenge), Karyawan yang bosan dengan lingkungan kerja mereka dapat mencari stimulasi dengan berusaha untuk “memukul sistem”, sehingga mendapatkan suatu arti pencapaian (a sense of achievement), atau pembebasan frustasi (relief of frustation) Tanda-Tanda Peringatan Untuk Kecurangan Meskipun pada suatu kesempatan pemeriksa intern melakukan penugaan langsung dalam penyelidikan kecurangan yang dicurigai atau aktual, bagian yang lebih besar dari usahanya yang berorientasi kecurangan merupakan suatu bagian yang integral dari penugasan audit yang lebih luas. Usaha yng berorientasi pada kecurangan ini dapat dalam bentuk prosedur khusus, termasuk dalam program audit yang lebih luas. Usaha yang berorientasi kecurangan tersebut dapat termasuk seluruh dari kesiapsiagaan umum dari pemeriksa intern ketika ia melaksanakan seluruh bagian dari penugasan audit ini. Kesiapsiagaan ini termasuk berbagai area, kondisi dan pengembangan yang memberikan tanda-tanda peringatan.
KEJADIAN-KEJADIAN YANG MENANDAI TERJADINYA KECURANGAN (FRAUD)
Dibawah ini adalah suatu daftar yang disusun oleh American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) pada tahun 1979 mengenai kondisi-kondisi atau kejadian-kejadian yang dapat menandai adanya kecurangan :
a.         Manajemen senior yang sangat menguasai/ mendominasi dan terdapat satu atau lebih kondisi berikut atau yang sama :
- Dewan direksi dan/ atau panitia audit yang tidak efektif.
- Indikasi dari penolakan manajemen atas pengendalian akuntansi internal yang penting.
- Kompensasi atau opsi saham yang signifikan yang berkaitan dengan kinerja yang dilaporkan atau terhadap transaksi khusus, yaitu manajemen senior mempunyai pengendalian nyata atau penuh.
- Indikasi kesulitan keuangan pribadi dari manajemen senior.
- Perebutan perwalian yang melibatkan pengendalian perusahaan atau status dari manajemen senior.
b.        Kemerosotan atau kemunduran dari mutu pendapatan yang dibuktikan oleh :
- Penurunan dalam volume atau mutu penjualan (misalnya, risiko kredit yang meningkat atau penjualan sama dengan atau dibawah harga pokok).
- Perubahan yang signifikan dalam praktik usaha.
- Kepentingan yang berlebihan oleh manajemen senior dalam laba per saham (EPS/Earnings per Share) yang dipengaruhi oleh pilihan akuntansi.
c.         Kondisi usaha yang dapat menciptakan tekanan yang tidak biasa :
- Modal kerja yang tidak memadai.
- Kelenturan/ fleksibilitas yang kecil dalam pembatasan hutang, seperti rasio modal kerja dan keterbatasan dalam pinjaman tambahan.
- Perluasan atau ekspansi yang cepat dari suatu produk atau lini usaha yang menyolok sekali dengan melebihi rata-rata industri.
- Investasi yang besar dari sumber daya pemisahan dalam suatu industri yang mengalami perubahan cepat,seperti suatu industri yang bertekhnologi tinggi.
d.        Struktur korporat yang rumit, yaitu kompleksitas yang terjadi tidak tampak diperlukan oleh operasi atau ukuran perusahaan.
e.         Lokasi usaha yang menyebar secara luas disertai oleh manajemen yang didesentralisasi secara ketat dengan system pelaporan tanggungjawab yang tidak memadai.
f.         Kekurangan staf yang tampak memerlukan karyawan tertentu bekerja pada jam yang tidak biasa, tidak memerlukan cuti dan/atau melakukan kerja lembur yang substansial.
g.        Tingkat perputaran yang tinggi dalam posisi keuangan penting, seperti bendaharawan atau kontroler.
h.        Sering terjadi perubahan auditor atau penasihat hukum.
i.          Kelemahan material yang diketahui dalam pengendalian intern yang dapat secara praktis dikoreksi akan tetapi tidak diperbaiki, seperti :
- Akses terhadap peralatan computer atau alat pemasukan data elektronik tidak cukup dikendalikan.
- Kewajiban yang tidak sesuai/bertentangan tetapi tidak digabungkan.
j.          Terdapat transaksi yang material dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa atau terdapat transaksi yang mencakup benturan kepentingan.
k.        Pengumuman yang terlalu cepat atau premature atas hasil operasi atau pengharapan masa depan yang positif.
l.          Prosedur penelaahan analitis mengungkapkan fluktuasi yang signifikan yang tidak dapat secara wajar dijelaskan, seperti:
- Saldo akun yang material.
- Antar hubungan keuangan dan operasional.
- Selisih perhitungan persediaan.
- Tingkat perputaran persediaan.
m.      Transaksi besar yang tidak biasa, khususnya pada akhir tahun, dengan pengaruh yang material atas pendapatan.
n.        Pembayaran besar yang tidak biasa berhubungan dengan jasa yang diberikan dalam usaha normal kepada pengacara, agen, atau pihak lain (termasuk karyawan).
o.        Kesulitan dalam memperoleh bukti audit yang berhubungan dengan :
- Ayat jurnal yang tidak biasa atau tidak dapat dijelaskan.
- Dokumentasi dan/atau otorisasi yang tidak lengkap atau hilang.
- Pengubahan dalam dokumentasi atau akun.
p.        Dalam pelaksanaan pengujian laporan keuangan masalah yang tidak dapat diramalkan ditemukan, seperti:
- Tekanan klien untuk menyelesaikan audit dalam waktu singkat yang tidak biasa atau dalam kondisi yang sulit.
- Situasi pemindahan yang mendadak.
- Tanggapan yang bersifat mengelakkan dari manajemen terhadap penyelidikan audit.


SALAH SAJI YANG TIMBUL KARENA KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management FRAUD), misalnya berupa : manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan, untuk itu sebaiknya anda mengikuti auditing workshop dan FRAUD workshop. Salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva. Kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee FRAUD). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah Penggelapan terhadap penerimaan kas, Pencurian aktiva perusahaan, Mark-up harga dan Transaksi “tidak resmi”.

STUDI KASUS PELANGGARARAN PROFESI AKUNTANSI
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk”
Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstatedpersediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
  1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
  2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
PEMBAHASAN
Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.
Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutanstakeholder mana ditinjau dari segi kepentingan stakeholderadalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.
2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas
Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukanreview menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan.
Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis denganstakeholder.
1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika
Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:
A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja parastakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.
C) Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.
2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.